Winter, Higashi Hiroshima 3 Desember 2013. Pilgrim the path |
Minggu ketiga bulan Januari lalu saya ke Jakarta.
Agendanya: nyari data buat skripsi. Wetseh, kurang keren apa coba? Skripsi normatif aja sampe nyari data di Jakarta. Nah, belagu lagi kan..
Seperti pada postingan disini , sudah saya jelaskan bahwa agenda minggu ketiga bulan januari adalah silaturahim ke Jakarta. Tujuannya memang silaturahim, pengen mengenal orang-orang yang berkutat di bidang yang sedang saya teliti dan menjalin link. Diantaranya, saya bertemu mbak Myrna Safitri, Epistema Institute, pak Marwan Batubara, dan ke JATAM. Ya, skripsi saya emang nggak jauh-jauh dari tambang dan masyarakat adat.
Tapi memang sudah saya niatkan untuk silaturahim, insya Allah.
***
Penerbangan selasa pagi, 21 januari.
Saya teringat betul pagi itu cumulonimbus sangat pekat, bahkan saya nyaris tidak bisa melihat matahari, dan debur ombak di utara Jakarta pun terlihat lebih deras dari atas awan. Mengerikan. Pekan itu, Jakarta lagi dihadang banjir, katanya sih banjir kiriman dari bogor. Selalu bogor yang disalah-salahin. Kasian...
Selasa itu, saya ada janji jam 12.00 - 13.00 dengan mbak Myrna Safitri, yang setelah beberapa hari sesudahnya, saya lebih tepat memanggil beliau "Bu", bukan "Mbak" lantaran usianya yang sudah seusia orang tua saya. Selain itu ternyata suaminya mbak Myrna ini teman ayah saya semasa di H*I dulu, yah dunia begitu sempit ya.
Mbak Myrna jadwalnya padat banget. Kami janjian di hotel akmani di jalan wahid hasyim. saya sudah stand by dari jam 9 trus jadi anak gaul sevel dulu deh, wehe rajin banget ya. bukan apa-apa, cuman kalo balik dulu ke kalibata trus baru ke akmani, takutnya nggak nutut. Nah daripada saya membuat orang menunggu, jadilah dari bandara cus langsung ke hotel dengan rok merah polkadot dan atasan kemeja oranye saya, saya berusaha se formal mungkin dengan tidak meninggalkan identitas 'mahasiswa' saya. Ceritanya, saya akan 'mengganggu' mbak Myrna ditengah2 rapatnya dengan KPK. Syukur, ditengah acara, saya dikenalkan dengan beberapa orang yang berkutat dibidang energi. Pertemuan pun berjalan normal dan lancar, saya bahkan sempat berkenalan dengan orang KPK dan mengidentifikasi pertemuan macam apa nih hahaha kaga lah ya.
Saya keluar hotel sekitar pukul 15.30 dan ayah sudah wanti-wanti untuk pesan taksi dengan merk "burung biru" atau taksi dengan merek "cepat" untuk amannya. Saya naik taksi dengan merk "cepat". Si supir awalnya terlihat ragu mau berhenti atau tidak , tapi toh berhenti juga. Saya berusaha berbicara dengan logat jakarta biar nggak dikira orang asing trus disasarin gitu. Konon kata ayah, kehidupan di jakarta itu cruel, man! ya ayah emang nggak bilang pake man, man gitu sih, intinya supir taksi pun bisa bawa anak gadis kabur dan diculik. Ini antara nyata atau ayah saya yang khawatirnya kebangetan. Toh si supir taksi langsung mendeteksi logat saya, "dari jawa timur ya mbak..." ea, gagal deh pencitraan.
Saya dan pak supir ngobrol ngalor ngidul, dan biar terlihat update dengan jakarta, saya ngangkat tema banjir. Tau-tau bapak supirnya ngangkat tema hukum, nah kan agak jauh juga nyambungnya. Tau-tau lagi, bapaknya cerita kalo dulunya sempat kerja di Taiwan dan sempat ikut majelis muslim disana. Dia cerita bahwa di Taiwan juga banyak akhi dan ukhti macam saya. Lho, saya jadi sungkan sendiri dibilang ukhti-ukhti hehehe mungkin gara2 saya yang pakai rok dan jilbab agak lebar.
Dari sinilah si pak supir yang saya catat namanya itu mulai sedikit-sedikit "berdakwah", mulai dari bagaimana cara kita berperilaku dengan yang non-muslim, sampai saat beliau menyarankan saya untuk belajar banyak dari Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah yang yah, kita sama-sama tahu mengenai kisah cintanya dengan Ali bin Abi Thalib yang begitu melegenda dan menjadi impian para ukhti akhi untuk setidak-tidaknya memiliki kisah cinta yang serupa.
tapi, tidak mudah ya..
Beliau juga sempat mengingatkan saya untuk pentingnya istiqamah, sebuah pesan yang sama yang saya terima dari seorang teman. Saya menyepakati bahwa keistiqamahan itu bukan hal mudah dan bisa menjadi kunci kecintaan Allah sama hambaNya. Allah pun lebih menyukai amalan kecil yang dikerjakan secara istiqamah, begitu kira-kira jika saya tidak salah hadist. Terakhir, beliau melafalkan surat Al Ahzab ayat 33 dengan indah dan sebelumnya, bahkan meminta maaf terlebih dahulu karena tidak ingin bermaksud menggurui atau sok tahu. Al Ahzab ayat 33 itu memiliki arti:
dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
saya baca di asbabun nuzul Al Qur'an bahwa ayat tersebut mengisyaratkan untuk istri Rasulullah agar tetap di rumah menjaga harta suaminya. Namun hendaknya menjadi panutan buat muslimah setelahnya, wallahu a'lam.
Ketika saya hampir sampai di pancoran, yang mana udah deket banget dengan kontrakan ayah, si pak supir itu masih meminta saya untuk membaca biografi Fathimah Az-Zahra dan meneladaninya dalam kehidupan saya.
Bapak tau saja, bahwa saya sedang berusaha...
Terima kasih untuk pak supir taksi itu, Bapak Japar Sidik, atas dakwah singkatnya.
Seorang bisa jadi hanya supir taksi, tapi siapa tahu perhitungan amalnya diakhirat kelak pun akan lebih berat amal baiknya daripada pejabat-pejabat yang berpangkat jauh di atasnya. wallahu a'lam.
***
Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan, itulah keberanian.
atau mempersilahkan.
yang ini, namanya pengorbanan...
Tidak ada komentar