Pada
beberapa postingan yang lalu di kategori Menyusui ini, aku mengambil referensi
dari beberapa sumber yang insya Allah terpercaya. Sambil nulis, akupun jadi
lebih melek bahwa kendala menyusui itu bermacam-macam. Ada yang kendala moral
dan dukungan, ada yang mendapat kendala teknis seperti proses pelekatan, ada
ibu yang tidak mau menyusui anaknya, ada yang memiliki tantangan lebih besar
dalam menyusui anaknya karena kondisi medis tertentu (bukan berarti ibu dalam
kategori ini tidak bisa menyusui, lho), dan ada pula ibu yang betul-betul tidak
bisa menyusui anaknya.
Nah,
bagaimana untuk ibu-ibu yang betul-betul tidak bisa menyusui anaknya? Melalui
website Very Well Family aku dapat insight (wawasan serupa bisa kok
dicari di beberapa website kedokteran atau IDAI) bahwa ada beberapa kondisi
dimana ASI justru dilarang diberikan ke bayi. Penyebabnya ada berbagai macam,
diantaranya:
1.
ketergantungan obat-obatan terlarang atau narkotika.
2. sedang
dalam pengobatan tertentu, dimana kompnen dalam obat tersebut bisa memengaruhi
ASI dan berbahaya jika diberikan kepada bayi.
3. ibu
terkena penyakit yang sangat menular, misalnya HIV, HTLV, Tuberculosis, dan
herpes di daerah payudara.
Untuk yang
nomor 2, biasanya ada pula ibu-ibu yang terkena preeklampsia atau eklampsia
dalam kondisi parah, butuh pengobatan tertentu, dan tidak bisa memberi ASI
kepada anaknya. Pemberian ASI dalam kondisi ini memang harus memerhatikan
kondisi pasien. Dalam kasus yang demikian, IDAI (melalui artikel yang aku baca) merekomendasikan agar ASI tetap
dikeluarkan bisa dengan cara diperah untuk menjaga produksi ASI biar nggak
mampet, namun ASI tersebut tidak diberikan ke bayi.
Menurutku
juga, perlu untuk mencari pendapat lain tentang penyakit yang menjadi penghambat memberikan ASI kepada bayi. Sebab, terkadang ada dokter
yang berbeda kompetensi dan memiliki pendapat yang berbeda pula.
Kalau Bayi Nggak Bisa Direct Breastfeeding, Trus Gimana?
Menurut IDAI, pada pre-eklamsia, ASI tetap bisa diberikan dengan
memperhatikan masalah yang mungkin dihadapi bayi. Bayi seringkali terlahir
kecil dan prematur, sehingga mungkin perlu dirawat intensif dan penanganan
khusus. Disatu sisi, terkadang dari Ibu si bayi pun ada kendala dalam
memberikan ASI. Mengenai hal ini, coba baca artikel IDAI:
Baca artikel IDAI: Pemberian ASI Melihat Situasi dan Kondisi Bayi
Baca artikel IDAI: Pemberian ASI Melihat Situasi dan Kondisi Bayi
Menurut website yang aku jadikan rujukan tadi, bayi tetap bisa mendapatkan
ASI dari pendonor ASI, mencari ibu sepersusuan, atau susu formula. Untuk
pemberian susu formula ini sebetulnya wajib buanget dengan kontrol yang ketat
dari dokter. Bayi yang belum sempurna organ tubuhnya, misalnya terlahir
prematur, justru bisa lebih berbahaya kalau dikasih susu formula. Oleh
karenanya, biasanya saran berupa susu formula sendiri selalu diletakkan sebagai
solusi paling akhir oleh para dokter. IDAI juga sudah memberikan berbagai
batasan ketat dalam pemberian susu formula, begitu pula dengan aturan
internasional. Jangan salah, aturan ini eksis sudah sejak lama, lho. Insya
Allah ku bahas di postingan yang lain.
Penanganan pada bayi pun bermacam dan kebanyakan sangat tergantung pada
kompetensi dokter, rumah sakit, dan wawasan orang tua. Ada dokter yang mudah give
up dan dengan mudah langsung memberikan sufor untuk bayi, ada juga dokter
yang nggak pantang menyerah dan mencarikan ibu sepersusuan maupun donor ASI
sesuai dengan ketentuan.
Ini salah satu alasan mengapa aku sangaaaaat concern dan cerewet
dalam hal memilih dokter anak. Karena dalam situasi darurat, keputusannya akan
sangat penting untuk masa depan anak.
Donor ASI, dalam Pandangan Islam dan Medis
Salah satu
saran utama yang dianjurkan apabila bayi tidak bisa mendapat ASI langsung baik
karena kendala dari pihak ibu maupun pihak bayi, adalah mencari ibu sepersusuan
atau mencari pendonor ASI.
Ngomongin
tentang ibu sepersusuan, aku selalu takjub dengan konsep ini. Sebab, konsep ini
sudah sering kita dengar di kisah masa kecil Rasulullah. Salah satu ibu
sepersusuan yang sering kita dengar adalah Halimah as Sa’diah. Kita juga mendengar kisah keberkahan yang diberikan
Allah pada keluarga ibu sepersusuan Rasulullah ini tersebab menyusui
Rasulullah.
Zaman
sekarang, konsep ibu sepersusuan ini diadopsi dengan cara yang lebih modern,
yakni dengan konsep donor ASI. Solusi ini kerap jadi angin segar buat para
orang tua yang punya kendala di masa awal menyusui, misalnya dalam kondisi supply
ASI yang terbatas atau kendala karena penyakit lainnya.
Sering juga
tho, kita lihat ibu-ibu muda yang mengunggah foto kulkas yang penuh banget
dengan ASIP yang melipah. Tidak jarang, karena merasa kelebihan, mereka
mendonorkan sebagian ASIP tersebut.
Namun, dalam
Islam, donor ASI ini nggak boleh sembarangan. Berikut ada cuplikan artikel yang
aku kutip dari Republika.co.id (sumber artikelnya ada di bawah ya):
Dalam istilah fikih, menyusui diistilahkan dengan ar-radha'. Menyusui bayi
orang lain punya konsekuensi hukum syar'i, yaitu menjadi haram untuk dinikahi.
Ada dua kelompok yang menjadi haram untuk dinikahi karena ar-ridha', yaitu ibu
yang menyusui serta nasabnya ke atas dan anak dari ibu yang menyusui (saudara
sepersusuan).
Dalam memilih ibu susuan juga tidak sembarangan. Islam menuntun agar
memilih ASI dari ibu susuan yang Muslimah, berakhlak baik, sehat, serta
salehah. Para ulama, seperti Imam Malik, memakruhkan menerima ibu susuan dari
orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi, serta yang buruk akhlaknya. Yang demikian
ditakutkan menularkan perangai-perangai buruk kepada si bayi walau sebenarnya
secara jasmani mereka sehat.
Terkait hukum fikih donor ASI, Majelis UIama Indonesia (MUI) hingga saat
ini belum mengeluarkan fatwa. Pembahasan mengenai hal ini memang pernah
dilakukan MUI, namun kesimpulan sementara, MUI memperbolehkan donor ASI melihat
kondisi. Hukum donor ASI diperbolehkan dengan pertimbangan Rasulullah SAW juga
memiliki ibu susu, yakni Halimah as-Sa’diyah.
Itu pendapat
dari segi agama Islam. Memang beberapa umat muslim akan sangat selektif mencari
pendonor ASI, mulai dari agama, riwayat kesehatan ibu, dan jenis kelamin. Hal
ini salah satu bentuk kehati-hatian dan buatku, sah-sah saja. Allah, melalui
Al-Qur’an dan kehidupan Rasulullah, telah memberikan gambaran yang cukup jelas
mengenai pemberian ASI (pernah ku bahas sekelumit disini) juga bagaimana hal
ini bisa diadopsi di kehidupan modern, dengan syarat-syarat yang syari,
tentunya.
Dari segi
medispun, pemberian donor ASI tidak bisa sembarangan. Apa aja? Aku merujuk pada
artikel yang ditulis oleh dr. Tiwi di website IDAI tentang Donor ASI di link ini. Bisa dibaca
sendiri ya, disana menurutku lengkap banget berbagai persyaratan teknis dan
cukup panjang yang harus dilalui seorang pendonor ASI, semata untuk menjaga
kesehatan bayi khususnya para bayi yang terlahir prematur.
Human Milk Bank: Konsep Ibu Sepersusuan Zaman Now
Bagaimana
dengan Human Milk Bank? Eh, sebelum kesana, apa sih Human Milk Bank itu?
Dulu aku
sempat membuat polling singkat di Instagramku dan mostly belum tau apa itu
Human Milk Bank. Wajar sih, sebab di Indonesia memang belum ada produk ini.
Polling kecil-kecilan tanggal 30 Juni di Instagramku. Diikuti oleh 34 responden. |
Pengertian
Bank ASI atau Human Milk Bank ada di Wikipedia. Maaf ye, kurang ilmiah
rujukannya. Kalau lagi ngerjakan tesis udah dicoret nih wahaha. Tapi Wikipedia
sendiri juga merujuk ke berbagai penelitian, jadi bisa lah aku pakai untuk
tulisan di blog ini.
A human milk
bank or breast milk bank is a service which collects, screens, processes, and
dispenses by prescription human milk donated by nursing mothers who are not
biologically related to the recipient infant. The optimum nutrition for newborn
infants is breastfeeding, if possible, for the first year.[1] Human milk banks
offer a solution to the mothers that cannot supply their own breast milk to
their child, for reasons such as a baby being at risk of getting diseases and
infections from a mother with certain diseases,[2] or when a child is
hospitalized at birth due to very low birth weight (and thus at risk for
conditions such as necrotizing enterocolitis), and the mother cannot provide
her own milk during the extended stay for reasons such as living far from the
hospital.[3]
Bank ASI
adalah layanan yang mengumpulkan, menyaring, memproses, dan berbagi ASI yang
disumbangkan oleh ibu menyusui yang tidak terkait secara biologis dengan bayi
penerima. Nutrisi yang optimal untuk bayi yang baru lahir adalah ASI melalui
proses menyusui, jika mungkin, untuk tahun pertama. [1] Bank-bank susu manusia
menawarkan solusi bagi para ibu yang tidak dapat memberikan ASI sendiri kepada
anak mereka, karena alasan-alasan seperti bayi yang berisiko terkena penyakit
dan infeksi dari seorang ibu dengan penyakit tertentu, [2] atau ketika seorang
anak dirawat di rumah sakit. saat lahir karena berat lahir yang sangat rendah
(dan dengan demikian berisiko untuk kondisi seperti enterokolitis nekrosis),
dan ibu tidak dapat memberikan ASI sendiri selama masa inap yang diperpanjang
untuk alasan seperti tinggal jauh dari rumah sakit. [3]
Di luar
negeri, Bank ASI ini sudah dikembangkan sejak luama, lho! Bank ASI pertama
rupanya pernah dibuka di Vienna, Austria pada tahun 1909, disusul dengan Bank
ASI di Amerika Utara tahun 1919 di Boston.
Negara
lainnya juga sudah memiliki Bank ASI yang cukup memadai, misalnya Brazil,
Australia, Afrika Utara dan Selatan, Brazil, Singapore (kalau nggak salah baru
banget nih tahun 2017 kemarin) dan terutama negara-negara di Eropa yang bahkan
memiliki website tersendiri untuk mengelola Bank ASI ini yaitu European MilkBank Assosiation (EMBA).
Aku teringat
percakapan dengan dokter Dini saat lagi periksa sembelitnya Mahira (aku post
ceritanya disini). Dokter Dini cerita kalau di Eropa, mereka banyak penelitian,
konferensi, dan bahkan sedang memiliki proyek besar mengenai ASI agar bisa
difermentasikan tanpa mengurangi kadar nutrisi di dalamnya. Coba bayangkan, mengapa
mereka berani sekali menginvestasikan dana yang buesar untuk cairan bernama ASI
itu?
Yap, karena
manfaat ASI untuk bayi yang tidak tergantikan oleh susu subtitusi semahal
apapun!
Penelitiannya
udah banyak banget. Emang aku baca? Baca beberapa cuplikannya dari yang sering
di upload dr. Dini di Instagram, Blog Dokter Dini, dan Facebooknya wahahaha! Juga baca penelitian lain kalau lagi nulis
artikel tentang menyusui macam ini. Coba deh, kalau bunda lagi selow
leyeh-leyeh, cari lah penelitian populer mengenai ASI. Kalau bisa masukin keywords
yang berbahasa Inggris ya, karena kalau berbahasa Indonesia, nanti malah masuk
ke website-website pribadi atau website susu subtitusi yang nggak fokus
kontennya.
Kalau bunda
masukin kata kunci Human Milk Bank di Google, bakal ketauan di halaman
pertama (baru halaman pertama lho ini!) negara mana aja yang sudah memiliki
Bank ASI.
Di
Indonesia? Belum ada!
Mungkin gini
ya, ini cuma asumsiku aja, saat negara-negara maju gencar banget buat meneliti
ASI, produsen susu subtitusi yang kebanyakan berasal dari negara maju tersebut,
mulai kebingungan mencari target pasar yang sesuai. Ketemulah ama orang-orang
Indonesia, dengan story telling yang pas, iming-iming yang ciamik untuk para tenaga medis hingga penulis, jadi deh
susu subtitusi sebagai asupan yang dianggap tepat untuk bayi. Salah kaprah?
Jelas. Kapan-kapan ku bahas di postingan tersendiri, banyak media yang sudah
mengkritisi keberadaan susu subtitusi di Indonesia yang banyak melanggar aturan
internasional dan nasional.
Balik lagi
ke pendapat dalam pandangan Islam, yang dalam hal ini aku kutip dari Republika:
Bagaimana dengan bank ASI? Hal inilah yang masih
menjadi kontroversi. Para ulama membatasi definisi ar-radha' hanya dengan cara
mengisap lewat payudara ibu. Yang menjadi permasalahan, jika ibu pendonor ASI
tidak jelas identitasnya. Demikian juga jika ASI telah dicampur aduk menjadi
satu. Namun, jika bank ASI bisa dikelola secara profesional dan memerhatikan
asal muasal ASI, banyak pula ulama kontemporer yang membolehkannya.
Pendapat yang lebih moderat, yaitu ulama yang memberikan tahzir (peringatan) untuk menjauhi sesuatu yang syubhat. Seperti fatwa Qardhawi, diutamakan kehati-hatian dalam hal radha' karena ia berkaitan dengan nasab dan mahram. Siapa tahu si bayi kelak memilih pasangan hidupnya dengan seseorang. Namun, karena ibunya ceroboh dan sering memberikan ASI dari banyak ibu, ia jadi terhalang untuk menikah.
Pendapat yang lebih moderat, yaitu ulama yang memberikan tahzir (peringatan) untuk menjauhi sesuatu yang syubhat. Seperti fatwa Qardhawi, diutamakan kehati-hatian dalam hal radha' karena ia berkaitan dengan nasab dan mahram. Siapa tahu si bayi kelak memilih pasangan hidupnya dengan seseorang. Namun, karena ibunya ceroboh dan sering memberikan ASI dari banyak ibu, ia jadi terhalang untuk menikah.
Yusuf Qardhawi juga memberikan peringatan atas pendapatnya sendiri. Bagi kaum wanita, janganlah sembrono dalam memberikan ASI bagi bayinya. Tidak boleh menyusui anak kepada orang lain, kecuali karena darurat. Jika mereka melakukannya, hendaklah mereka mengingatnya atau mencatatnya sebagai sikap hati-hati.
Perihal yang
aku garisbawahi di atas adalah Bank ASI, dalam pandangan agama Islam, dapat
dilakukan dengan syarat jelas asal muasal ASI tersebut serta melalui proses
yang sesuai syariat. Mungkin berbeda banget sama prinsip di barat dalam
pengaturan Bank ASI yang mungkin prioritas terbesarnya adalah dari segi medis.
Apakah hal
ini bisa terwujud?
Bisa banget!
Indonesia
cuma butuh sekelompok orang yang mampu mengelola Bank ASI dan tidak lupa
memerhatikan kekayaan budaya dan kepercayaan masyarakat. Lagipula, pendonor ASI
jelas tidak bisa asal donor saja, dari segi medis pun tetap harus melalui
berbagai tahap pengecekan yang ketat. Aku membayangkan, nantinya pendonor
melampirkan riwayat yang jelas mengenai dirinya, riwayat kesehatan, dan lain
sebagainya.
Wow,
kemuliaan bener-bener naik ke level yang lebih tinggi ya! Syukur-syukur kalau
nanti tiap pendonor yang verified dapat semacam penghargaan atau
sertifikat begitu. Pasti terharu dan menjadi kebanggaan tersendiri dapat
membantu bayi prematur atau bayi yang tidak dapat menerima ASI dari orang
tuanya.
Bank ASI
ini, bisa menjadi solusi yang sangat solutif. Tau nggak, bahwa World Health
Organization menyebutkan Indonesia menempati urutan kelima sebagai negara
dengan jumlah bayi prematur terbanyak di dunia dan kelahiran prematur
diidentifikasi sebagai penyumbang terbesar angka kematian bayi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2016, angka
kematian bayi (AKB) mencapai 25 kematian setiap 1.000 bayi yang lahir. Tahun
2017, angka ini juga nggak menurun secara signifikan. Dari laporan rutin
tercatat pada semester pertama 2017 terdapat 10.294 kasus atau 22 kematian bayi
per 1.000 kelahiran.
Buatku, ini hal yang sangat memprihatinkan.
Ramadhan
2018 lalu, aku berkesempatan ngobrol sama Dokter Dini. Awalnya aku hanya
diskusi mengenai pemberian susu UHT untuk Mahira. Sebab, ibuku sudah gupuh
ingin memberi Mahira salah satu susu formula keluaran N*stl* agar Mahira “cepat
gendut”. Aku ikutan gupuh karena mikir gimana caranya ya agar hal ini gak sampe
kejadian wahahaha! Akhirnya lari lah aku ke Dokter Dini. Aku tunjukkan kalau
Mahira minum susu UHT sehari biasanya 1 bungkus, itu juga kadang gak nyampe.
Memang Mahira gak begitu doyan susu UHT, tapi dia doyan makan.
Setelah
dokter Dini ngecek, pertumbuhan dan perkembangannya Mahira termasuk cukup,
tidak kurang dan tidak berlebihan. Bagi beliau, justru harus dipertahankan, apalagi
Mahira sudah memiliki cita rasa atau selera pada makanan tertentu.
Dari situ,
mulailah diskusi tentang susu subtitusi dan Bank ASI. Dokter Dini bersama
dokter anak pejuang ASI lainnya (yang setauku tergabung dalam SatGas ASI IDAI)
sedang berkutat merancang model terbaik untuk Bank ASI di Indonesia ini. Ada
beberapa dokter spesialis anak yang tergabung di dalamnya dari berbagai kota.
Saat itu, aku hanya sempat berdiskusi dengan para DSA dari Surabaya dan Malang
saja.
Oiya, di dalam perancang Bank ASI di Indonesia ini ada
juga foundernya Lactashare, sebuah start up digital dan layanan berbasis web
dan aplikasi yang mempertemukan pendonor ASI dan penerima ASI yang membutuhkan
atas dasar indikasi medis. Mereka menawarkan layanan berbagi ASI melalui
Lactashare dengan memberikan cek lab klinis, ekspedisi, dan sertifikat Ibu
persusuan. Lebih lanjut cek website atau download aplikasinya aja. Menurutku,
Lactashare ini bisa jadi permulaan yang sangat baik untuk Bank ASI, sebab,
Lactashare memerhatikan tidak hanya segi medis tapi juga agama. Didukung oleh
MUI plus ada sertifikat Mahram. Pas banget kan?
Mendengar
penjelasan Dokter Dini serta mendapat energi baik yang sangat kuat dari para
DSA ini membuat mataku berbinar. INI. BAKAL. KEREN. BANGET. Sebagai seorang ibu
yang juga memiliki banyak kendala saat awal menyusui, bisa survive dan
kemudian sekarang insya Allah sedang menikmati hasil dari proses menyusui dan
ASI yang sudah susah payah ku berikan, aku sangat mendukung keberhasilan perwujudan Bank ASI ini.
Kadang, aku
yang bukan siapa-siapa ini aja merasa prihatin kalau ada teman maupun saudara
yang berkeluh kesah tentang proses menyusui, apalagi para dokter anak yang
keluhan pasien serta masalah sudah jadi makanan sehari-hari dan sampai paham
pola serta akar masalah yang terbentuk di masyarakat.
Mulai dari
yang kesulitan pelekatan hingga memang tidak bisa menyusui karena preeklampsia
atau harus melalui pengobatan tertentu. Akibatnya? Anaknya yang lahir prematur,
atau baru usia beberapa hari, terpaksa dikenalkan dengan susu subsitusi.
Berbicara
mengenai pilihan, ya tentu itu bisa menjadi pilihan para ibu, apalagi aku pun
tidak tahu secara rinci kondisi yang dialami. Namun untuk urusan kesehatan, aku pribadi
sudah mengalami beda banget daya tahan tubuh manusia yang diberi susu
subtitusi, campuran, dan full ASI. Aku bukan dokter sehingga tidak bisa memberi
analisis tertentu, tapi sudah buanyaaakk banget penelitian dan praktik di
lapangan bahwa banyak penyakit, alergi, dan masalah yang muncul dan dialami
bayi tersebab asupan susu subtitusi.
Dalam
kondisi demikian, aku sering berpikiran kalau seandainya si ibu bertemu dengan
dokter lain yang bisa memberi opsi dan bantuan alternatif untuk pemberian ASI,
mungkin proses menyusui masih bisa dioptimalkan. Kalau mendengar hal yang
demikian, aku hanya bisa turut mendoakan agar anaknya selalu sehat dan
menyelipkan beberapa saran buat si ibu agar terus semangat dalam menimba
wawasan demi buah hatinya.
Dalam hal
ini pula, aku diam-diam berdoa agar Bank ASI ini bisa segera terwujud di
Indonesia agar bisa menjadi solusi bagi ibu dan bayi yang membutuhkannya. Semoga SatGas ASI dari IDAI mendapatkan kemudahan jalan, serta
dukungan dari banyak pihak termasuk masyarakat, organisasi masyarakat, dan
pemerintah.
Gini lho, iklan
susu subtitusi yang kandungannya masih jauh di bawah ASI plus masih pula
berpotensi menimbulkan alergi dan lain-lain pada anak saja produk dan iklannya
boleh seliweran bebas di masyarakat. Dapat dukungan dari banyak pihak pula.
Sementara
cairan yang sudah jelas posisinya yang SANGAT MULIA dalam agama, sudah jelas manfaatnya dan
dibuktikan secara medis, kenapa justru susah sekali diterima dan mendapat
dukungan yang kecil?
Yuk bunda, sudah saatnya kita dukung bersama proses perwujudan Bank ASI di Indonesia!
Referensi:
perlu ada yang memelopori ya kali
BalasHapussudah ada yg melopori mba, tinggal di istiqomahkan :D
HapusAlhamdulillah. Ada juga yang menulis bank ASI dari 2 sisi, yaitu medis dan islam. Memang harus hati-hati tentang donor ASI
BalasHapusbetul mba, banyak manfaat tapi tetap berhati-hati :)
Hapus