Aku sempat cerita di
postingan sebelumnya bahwa anak keduaku mengalami anemia. Di satu sisi,
kondisi ini sangat mengesalkan dan menuntut kesabaran berbulan-bulan. Di sisi
lain, aku jadi belajar hal baru yang bahkan belum aku pahami dengan bain meski
telah menjadi ibu sebelumnya.
Memang benar ya, setiap
ajak ada cobaannya. Setiap anak, menjadikan kita ibu yang baru dan berbeda.
Karena sakit anemia ini,
aku jadi belajar sedikit-sedikit tentang gizi, konsep makanan, kebutuhan
harian anak, dan suplemen untuk anak. Aku putuskan untuk mencari dokter spesialis gizi anak di surabaya.
Upayaku ini memang sebagai second opinion karena aku kurang sabar dengan
ikhtiar yang disarankan Dokter Dini. Aku
ingin mendengar pendapat dari dokter lain saja.
Dokter spesialis nutrisi yang susah ditemui
Nah, ternyata, mencari
dokter subspesialis nutrisi di surabaya juga sangat menantang. Setahuku ada 5,
yakni Dokter Meta Hanindita, Dokter Boerhan Hidayat, Dokter Subijanto, Dokter
Nur Aisyah Wijaya (dokter Nuril) yang praktik di RS Husada Utama, dan Dokter
Nurul Hidayati yang praktik di RSIA Putri.
Yang pertama, Dokter
Meta, jelas nggak bisa. Antrian pasien baru sangat panjang, konon katanya
sampai 6 bulan. Ada dokter lain yang juga ramai dan available yakni Dokter
Nuril, tapi beliau masih haji pada saat itu dan untuk pasien baru, bisa dapat
nomor sekitar Oktober. Saat itu aku mencari bulan Agustusan lah ya.
Kemudian, Prof
Subijanto, aku tidak tertarik. Pengalamanku ke beliau pernah aku ceritakan di
sini. Nah, yang aneh tuh dokter Nurul Hidayati yang praktik di RSIA Putri. Aku
sudah mengecek bolak-balik bahwa beliau memiliki gelar konsultan (K), salah
satunya ada di halaman dari IDAI ini bahwa
beliau konsultan subspesialis nutrisi. Namun, RSIA Putri mengatakan bahwa
beliau tidak menerima pasien yang mau konsultasi karena beliau belum punya izin
untuk konsultasi. Hanya periksa dan vaksin saja. Kalau pun nanti ujug-ujug
konsultasi gizi, bakal dibalikin duitnya dan tidak dilayani.
Kan aneh.. aku bingung
dan agak kesal, jujur saja. Apa mungkin beliau kewalahan karena mulai banyak
orang tua yang sadar tentang gizi anak?
Akhirnya mau nggak mau,
aku ke Prof Boerhan Hidayat yang paling mudah dihubungi san antriannya nggak
panjang.
Periksa Perdana ke Dokter Boerhan Hidayat
Sebetulnya aku agak
ragu, sebab ada teman yang sudah ke sana dan ujug-ujug diresepin sufor tanpa
pemeriksaan yang jelas. Temanku ini aktif nanya juga tidak diedukasi dengan
baik tentang kondisi anaknya.
Aku juga jadi khawatir,
kan.
Begini, aku harus
katakan terlebih dahulu bahwa aku nggak anti banget sama sufor. Tapi,
memang aku sangat berhati-hati dengan pemberian sufor untuk anakku. Pertama,
pemberian susu substitusi (susu apapun selain ASI) harus dengan resep dan
petunjuk dokter. Kedua, 3 dokter SpOG yang pernah memeriksaku dan aku
datangi untuk konsultasi tentang riwayat alergiku menyarankan agar aku tidak
memberi sufor ke anak agar tidak memicu reaksi alergi di mereka. Dokter Indra
Yul mengatakan apabila salah satu orang tua tidak memiliki alergi, potensi
alergi itu untuk menurun sebesar 25%. Kalau keduanya punya alergi yang sama,
potensi menurunnya jadi lebih besar. Untuk meminimalisasi, diusahakan banget
untuk ASI eksklusif dan ikutin lah petunjuk sesuai saran dokter dan anjuran
WHO, plus, menghindari pemberian sufor. Saat hamil pun, aku dilarang minum susu
hamil agar alergiku nggak parah kumatnya.
Dari sini aku tahu bahwa
sufor bisa memicu berbagai reaksi alergi daaan.. alergiku ini ada banyak!
Bawaan dari ayahku, karena dulu saat bayi aku minum sufor. Terkadang,
alergi-alergiku ini cukup menyiksa kalau lagi kumat. Apalagi waktu hamil, duh,
gaenak banget dah yang sesak, bentol-bentol.
Aku nggak kepengen
anak-anakku kena alergi dari aku juga. Makanya ketika Mahira kecolongan aku
beri mpasi instan yang ada susu bubuk dan menyebabkan dia
sembelit, aku jadi extra hati-hati memberi
bahan-bahan makanan yang ada susunya ke anak-anakku. Makanya aku tuh cocok
banget sama Dokter Dini karena beliau sangat hati-hati dan nggak melihat sufor
sebagai opsi utama untuk anak.
Oke balik lagi ke Dokter
Boerhan.
Sebelum berangkat, aku
sudah bilang ke suami bahwa mungkin kita akan diresepin sufor. Kita dengarkan
saja dulu apa kata beliau. Kami sepakat, kalau memang Laiqa butuh, ya gapapa.
Kami cuma ingin dengar pendapat beliau tentang anemianya Laiqa dan gimana
ngatasinya.
Tidak susah membuat
janji dengan beliau. Cukup telp ke nomor yang tertera di Google Bussinessnya
dan kita tinggal datang sesuai jam praktek. Tidak ada nomor antrian, pasiennya
juga tidak terlalu banyak. Kita masuk sesuai kedatangan. Cuma, memang agak
susah cari lokasinya. Aku hanya bermodal google maps aja nih, trus nanya-nanya
orang sekitar karena nggak ada plangnya. Lokasi praktik yang sepertinya juga
rumah beliau ternyata di seberang Circle K dan agak gelap. Rumah beliau bergaya
jawa, banyak tanaman di depan dan karena aku ke sana pada malam hari, agak
gelap suasananya.
Beliau punya satu
perawat laki-laki yang akan menanyai kebutuhan kita ke dokter. Untuk pasien
baru, akan diminta data-data dasar bayi lalu diberi kartu berwarna pink.
Aku hanya menunggu 2
pasien. Ketika dipanggil, dokter Boerhan menanyai keluhanku. Aku ceritakan
secara singkat tentang nafsu makan dan anemia, dua problem utamaku pada Laiqa.
Anemia pada bayi memang menyebalkan, siklusnya mirip lingkaran setan. Bayi yang
anemia, jadi gak nafsu makan, lesu. Kalo gak nafsu makan, BB naik darimana?
Selain itu, defisit zat besi juga jadi penyebab berat badan bayi susah
naik.
Beliau terlihat care
dan berusaha mengakrabi dan ramah dengan bayi. Beliau juga langsung memintaku
untuk melepas seluruh baju dan diapers Laiqa. Harus telanjang bulat untuk
mengukur tinggi dan berat badannya. Kemudian, dia diperiksa sebentar. Kebetulan
pada saat itu Laiqa agak flu, tapi nggak parah. Dokter Boerhan melihat ada
kemerahan di tenggorokannya. Kemudian beliau menanyakan, apakah aku punya
alergi, apakah kakaknya juga dulunya ada keluhan yang sama.
Hasil akhirnya, beliau
menyimpulkan bahwa Laiqa ini alergi. Jujur saja aku kaget, ini di luar
dugaanku. Alergi apa?? Banyak banget! Laiqa dilarang makan ayam dan turunannya,
protein hewani hanya boleh ikan laut dan hewan berkaki empat. Sayuran tidak
boleh, tomat, buah juga hanya alpukat dan apa gitu lah aku lupa, pokoknya selain
dua buah itu tidak boleh! Telur dan turunannya juga gak boleh! Sungguh aku
merasa didorong dari lantai 7! Selama ini makanan yang Laiqa doyan mostly
mengandung telur: naget ayam, telur kukus, dan lain-lain.
Kemudian, beliau
memintaku untuk memberi Laiqa susu untuk mengatrol BB-nya. Aku bertanya,
bagaimana jika alerginya terpicu, dok? Beliau menjawab, susu ini tidak memicu
alergi. Beliau menyarankan merk pregestimil dan apalagi yaa aku lupa, atau susu
soya.
Bagaimana dengan
anemianya Laiqa?? Saat aku sodorkan hasil lab, beliau nggak mau baca. Pegang
aja nggak mau. Beliau bilang, nggak usah di cek darah anaknya, kasian ntar
trauma. Kemudian beliau nggak menanggapi apapun ketika aku mengatakan Laiqa ini
anemia dan bahkan mungkin termasuk ADB.
Hal lain yang bikin
sedih, aku pun harus diet! Alamaak… trus aku makan apaa???
Aku nangis loh begitu
sampai rumah. Stres berat dan makin uring-uringan ketika Laiqa gak mau makan.
Aku sampai marah-marah ke bayi kecilku yang malang huhu maafin bunda ya, Nak.
Akhirnya….
Dokter Boerhan juga
sempat mengatakan bahwa Laiqa sedang berada di fase faltering growth atau
pertumbuhannya yang keliru. Dibilang begini aku sungguh khawatir.
Aku balik lagi ke Dokter
Dini dan menceritakan pengalamanku mencari second opinion. Niatku awal
ke Dokter Boerhan ini kan untuk cari pandangan dan opsi pengobatan lain untuk
anemianya Laiqa. Malah aku dapat masalah baru: isu alergi.
Terkait isu alergi ini,
Dokter Dini nggak sepakat. Menurut beliau, Laiqa gak alergi apa-apa. Menurutku
juga begituuuuu! Saat diperiksa, Laiqa memang sedang flu. Ini dia repotnya,
anak yang anemia memang mudah kena sakit karena imunnya lemah. Jadi Laiqa gampang
banget flu, mungkin karena tertular orang rumah atau karena debu. Dokter Dini
juga tidak mengatakan bahwa Laiqa faltering growth, tetapi memang
pertumbuhannya harus dipantau tiap bulan.
Setelah berobat ke
dokter Dini dan obatnya habis, flu Laiqa nggak kunjung mereda. Aku ke Dokter Rizal Altway,
langganan juga yang di dekat rumah. Aku konsultasikan juga perihal anemianya
Laiqa. Beliau mengatakan yang intinya 3 hal: pertumbuhan Laiqa masih normal dan
hanya perlu dipantau, ada fase dimana anak kerap menolak makan, tidak perlu
susu formula cukup makannya aja digenjot, dan yang terakhir bersabar dengan
anemianya. Karena terapi zat besi memang sangat lama.
Lucunya, ternyata Laiqa
gak nafsu makan memang karena flu. Tenggorokannya merah dan membuatnya malas
menelan. Begitu sembuh, nafsu makannya balik lagi!
Nah, sekarang ketika
Laiqa sudah normal lagi kadar zat besinya, nafsu makannya relatif stabil. Aku
pun akhirnya memberi sufor namun tidak setiap hari dan tidak dengan porsi yang
besar, setelah melakukan berbagai observasi dan pertimbangan. Pada bulan
November 2019 lalu, aku sempat mengikuti acara privat bersama Dokter Tiwi.
Beliau juga memberiku opsi, untuk menaikkan berat badan anak MPASInya harus
daging 100 gram blablabla intinya dah paham lah. Masalahnya Laiqa gak sepintar
itu makannya. Beliau kemudian memberi saran lagi berupa susu formula, tapi,
susu formula yang disarankan berbeda dengan Dokter Boerhan.
"Jangan soya dan
pregistimil.. ngapain, emang anakmu alergi?" Beliau memandang keheranan
karena dari tampilan sekilas saja, Laiqa memang tidak alergi. Begitupun ketika
diperiksa Dokter Dini.
Setelah aku coba diskusi
dengan teman-teman yang pernah periksa ke Dokter Boerhan, rupanya polanya
cenderung sama: mengatakan anak alergi dan diberi susu. Temanku yang pertama
katanya memang sudah ke beberapa dokter dan anaknya memang alergi. Sementara
temanku yang kedua, sama seperti aku. Setelah dicek ke dokter lain, ternyata
masalah anaknya susah naik BB adalah karena ISK dan anemia.
Sekali lagi, sebetulnya
ya nggak papa lho kalau memang harus susu atau kalau memang beneran alergi.
Tetapi, yang membuat aku ragu adalah tidak tampaknya reaksi alergi di Laiqa (dokter
langganan juga bilang enggak) dan beliau yang tidak mau membuka mata tentang
anemianya Laiqa.
Yaah.. gitu deh
ikhtiarku ke dokter subspesialis nutrisi di Surabaya. Nggak bisa kukatakan
cukup memuaskan dan mengedukasi kami sebagai orang tua, pada akhirnya aku malah
makin stres hahaha. Yaa.. namanya juga ikhtiar yaa. Sekarang alhamdulillah
perkembangan Laiqa perlahan membaik setelah kadar HBnya cukup dan aku pada
akhirnya menerapkan pola yang "kuracik" sendiri.
What can I say? Mommy
knows best!
Salam kenal mbak...baca pengalaman mb nabila sm kaya q ..bb anak q kurg bgt utk anak sesusianya..k dr.burhan dbilg alergi..akirnya q ganti soya..cuma d liat gitu tenggorokan agak merah..kl.mw k dokter nutrisi,coba k dr.nur aisyah d husada utama tiap hari selasa...g pke nunggu lama tp harus cepet2 an daftar mulai jam7..d batasi 8 orang soalnya..mw coba ksni q...
BalasHapusSalam kenal mbak...baca pengalaman mb nabila sm kaya q ..bb anak q kurg bgt utk anak sesusianya..k dr.burhan dbilg alergi..akirnya q ganti soya..cuma d liat gitu tenggorokan agak merah..kl.mw k dokter nutrisi,coba k dr.nur aisyah d husada utama tiap hari selasa...g pke nunggu lama tp harus cepet2 an daftar mulai jam7..d batasi 8 orang soalnya..mw coba ksni q...
BalasHapusHai, Mbak, makasi buat sharingnya ya. aku waktu itu telp ke dokter nur aisyah, kebetulan beliau pas masih haji. trus aku dapat antrian satu bulan gitu, Mbak.
HapusMbak kapan ke dokter nur aisyah? bagaimana pengalaman periksa dengan beliau?
Emang harus pintar2 milih MPasi buat bayi ya mbak. Jangan sampau gtm malah mamanya yg sedih
BalasHapusSalam kenal mbak.. anak saya dlu ketahuan alergi waktu usia sekitar 7bulan karena tangannya kanan kiri bentol2, pernh juga kakinya, dan anak saya pun disuruh diet segala macam, saya jg hrus diet karena masih asi, rasanya kyk pengen nangis makan ini g boleh itu g boleh, sedangkan anak saya alerginy apa jg g tau :( sedih bgt wktu itu, dy jg susah bgt makannya, lalu pas usia 10bln saya ceklab karena bb 2 bulan g naik n tyt adb dan harus terapi zat besi :(
BalasHapusiya Mba pasti sedih banget ya kalo makannya dilarang2.. saya waktu itu juga sempat disuruh diet tp saya bodo amat wkwk karena ga yakin gegara alergi. ternyata betul sih karena ADB.. jadi akhirnya fokus sama terapi zat besi dan 7 bulan kemudian sudah normal kembali
HapusHy mom, mau tanya gmna ceritanya si baby akhirnya ketahuan adb, dokter siapa yg mnyarankan untuk cek adb?
BalasHapussaya ceritakan di postingan yang ini Mom https://www.bundabiya.com/2019/07/mengatasi-bayi-kekurangan-zat-besi.html dokter Dini yang pertama kali lihat tanda2nya
HapusKak mau tanya dokter dini itu praktek dmn
BalasHapusdi rsia kendangsari surabaya
HapusAssalamualaikum kak sy sedang mencari jg dokter anak subs nutrisi. Sy ingin bertanya2 dg kakak apakah berkenan?
BalasHapusHai mba, ga sengaja baca tulisan ini. Salam kenal. Mgkn mba smpat nanya bbrp teman yg pernah periksakan anaknya ke Prof Boerhan. Kalau saya, kebetulan saya skrg usia 38th (mgkn jauh di atas mba ya😁), kebetulan Prof adalah DsA yg dipilih mama sejak saya sejak saya bayi, dan akhirnta saya tumbuh sampai SD tanpa boleh terpapar ayam, telur, dan buah. Prohe hanya dr beef dan ikan laut dalam, buah cuma boleh pepaya alpukat, apel, pear. Tanpa tes alergi. Pas anak kedua saya pernah diagnosa awal autoimun sama DsA di kota saya...akhirnya 2nd opinion sama mama saya disuruh coba ke Prof. Dan tnyata kami kaget, tanpa sentuh anak saya lgsg diputuskan bukan AI tapi alergi, dN command nya sama persis spt saat saya kecil dulu. Resep 2 lembar. Kami ngga jd plg bengong di terasnya...saya telp dr.Saras istri beliau yg kebetulan DSA anak pertama saya, lgsg diajak masuk rmh. Dibaca resepnya, dicentang 3macem aja, lantas dibilang "bilang apoteker yg dibeli yg saya centang saja, pulang, kamu ibunya yg bahagia, fokus, sabar, sepenuh hati, sabar lagi, beri yg terbaik utk anakmu konsisten, 1bupan ga ada perubahan kamu balik sini saya kasih pengantar ke hematolog, kalau dia sembuh dlm max 2mgu ngga usah balik sby kamu. Paham. Dont be sad, smile n though for your baby, get it?" Maasyaa Allah skrg si ade usia 10th, alhamdulillah ternyata tdk sampai tes lanjutan autoimun. Tapi ttp tes alergi dan hanya ketemu alergi cumi, andai kmrn saya lgsg telan, si ade bakal melalui experience spt masa kecil saya yg rasa telur aja bagai dream food. Bukan bermaksud menjelekkan, tp 2nd opinion terkadang memang perlu, tapi bila 2nd blm cukup 3rd jg gpp kalau kita bisa mengusahakan. Dan kita sbg ibunya emang wajib peka bgt perhatiin anak. Semoga sehat selalu ya semua.
BalasHapus