Di Indonesia ini, tinggal bersama orang tua atau tinggal bersama mertua setelah menikah dan memiliki adalah hal yang lumrah. Aku pun juga termasuk yang meyakini demikian. Sayangnya, harus kukatakan bahwa hal ini nggak bisa dipukul rata ke semua orang. Tidak semua orang bisa tinggal bareng dengan orang tua setelah menikah. Tinggal bersama keluarga besar pun tidak selalu buruk, dan pada satu sisi, bisa juga tidak menyenangkan. Ada perbedaan yang sangat terasa ketika kita tinggal dengan orang tua/mertua saat masih anak-anak dan saat sudah berkeluarga.
Ada banyak yang seharusnya kita ketahui sebelum memutuskan mau tinggal bersama orang tua/mertua atau tinggal terpisah. Hal-hal ini dapat membantu kita untuk menimbang kelebihan dan kekurangan tinggal bersama orang tua/mertua. Selain itu, kalau memang satu-satunya opsi adalah tinggal bebarengan dengan orang tua atau mertua, hal-hal di bawah ini akan membantu kita untuk mempersiapkan diri dan bisa memprediksi kondisi. Akankah menyenangkan atau malah bakal bikin stres?
Poin-poin yang aku tulis di bawah ini insya Allah dapat membantu kamu untuk mengetahui apa yang akan terjadi ketika kita tinggal bersama orang tua/mertua. Juga, untuk mengetahui resiko tinggal bersama dengan orang tua setelah menikah, meminimalisir potensi konflik, dan membantu kita mencari cara terbaik ketika konflik terjadi.
Tulisan ini aku buat untuk teman-teman yang akan dan sedang tinggal bersama orang tua atau mertua. Juga untuk calon manten yang lagi bikin persiapan sebelum mengarungi bahtera rumah tangga. Ceilah. Oh ya, beberapa poin di bawah ini adalah hasil masukan dari teman-temanku di Instagram. Terima kasih, Manteman online!
1. Ketahui kebiasaan di rumah orang tua/mertua. Jika kamu akan tinggal bersama mertua, cari tahu hal ini ke suami. Jika kamu tinggal di rumah sendiri, cek lagi akankah kebiasaan ini memicu masalah pada suami begitu pula sebaliknya. Mengetahui kebiasaan ini dapat membantu kita lebih awal memahami orang tua/mertua. Misalnya, ada kebiasaan untuk makan bersama, sementara kita lebih suka makan sambil nongkrong di depan TV. Kebiasaan ini juga mencakup hal yang sepele seperti kebersihan rumah, siapa yang mencuci piring, menyapu, dll. Mengetahui hal ini akan memudahkan kita untuk beradaptasi dan membangun hubungan yang baik dengan keluarga besar.
Bagaimana jika ada kebiasaan yang berbeda drastis? Have a talk. Ngobrol, minimal sama suami dulu. Kalau sudah, diobrolin juga sama semua makhluk yang tinggal di rumah. Apakah perbedaan ini dapat ditoleransi ataukah tidak? Jika bisa, alhamdulillah, pertanda bahwa hubungan kalian bisa berjalan baik di rumah. Jika tidak dan kamu tetap ingin tinggal bersama dengan mereka, tanya ke dirimu, apakah kamu bisa menoleransi, kalaupun bisa sampai mana? Hal ini akan berhubungan pada poin ke-5 tentang batasan.
2. Pola pengasuhan ala orang tua/mertua. Jika kamu berencana tinggal bersama orangtua/mertua tepat setelah memiliki anak, cek terlebih dahulu bagaimana cara pengasuhan ala mereka. Apakah mereka ingin terlibat aktif atau malah meminta kita untuk mengasuh anak sendiri? Biasanya kalau bicara tentang pengasuhan anak dengan orang tua/mertua, akan ada banyak hal yang bertentangan. Mulai dari masalah menyusui, pemberian makan, hadiah, vaksin, dan blablabla lainnya. Wajar saja, ya, karena kita dan orangtua/mertua kan beda generasi. Pasti memiliki preferensi yang berbeda pula dalam pengasuhan. Apabila ada perbedaan prinsip yang cukup fatal, lebih baik kalian diskusikan sebelum anak lahir.
Bagaimana jika pas udah berjalan ada konflik pertentangan pola asuh?
Balik lagi, komunikasi. Tapi, tentu ada teknik dan kiat lainnya. Jika kamu ingin tahu lebih banyak, kamu bisa membaca tulisanku sebelumnya tentang mengasuh anak bersama kakek nenek. Aku juga memberi free printable untuk Bunda di postingan itu.
3. Perilaku para anggota keluarga. Terkadang, tinggal serumah dengan orang tua/mertua tidak berarti kita hanya tinggal bersama mereka aja. Ada pula yang adik atau kakaknya dan asisten rumah tangga yang tinggal di rumah tersebut. Ini berarti, akan lebih banyak kepala yang kita kenal dan akan kita temui sehari-hari. Gali tentang bagaimana perilaku masing-masing individu. Hal ini akan membantu kita untuk seberapa siap kita hidup bersama keluarga besar.
Bagaimanapun juga, rumah yang baik seharusnya dapat memberi kita rasa aman atas segalanya, secara fisik maupun batin. Sayangnya, tidak semua keluarga memerhatikan hal ini. Ada keluarga yang saling dukung, tapi, tidak jarang juga yang agak toxic. Misalnya, kita paling nggak bisa terkena asap rokok karena kita memiliki sakit paru-paru, tetapi, di rumah ada orang yang perokok berat dan bodo amat deh mau ngerokok di mana aja. Ada juga anggota keluarga yang suka menjatuhkan orang lain, suka berteriak, gampang marah, dan lain-lain.
Kalau sudah begini, tanya lagi ke diri sendiri, apakah ini hal-hal tersebut dapat kamu toleransi? Jika tidak, buat batasan dan bicarakan dengan anggota keluarga. Jika ada hal yang tidak dapat kamu toleransi, misalnya menyangkut urusan keamanan plus keselamatan kamu dan anak-anak, sebaiknya, kalian tidak tinggal bersama orang tua/mertua.
4. Privasi. Masalah privasi ini bisa ke segala aspek, ya. Mulai dari privasi ruangan sampai hal-hal personal pada diri kita. Soal ruangan, coba cek terlebih dahulu, cukup atau tidak untuk ditinggali bebarengan. Kita tentu butuh ruangan untuk beristirahat tanpa gangguan dari anggota keluarga yang lain, juga ruangan untuk kita mengeluarkan emosi.
Bagaimanapun juga, ketika memutuskan untuk tinggal bersama orang tua/mertua, pasti ada rasa nggak enak untuk sekadar menangis, marah, dan berdebat dengan pasangan. Jadi, pastikan urusan ruangan ini “aman”, karena bisa jadi, ruangan inilah yang menjadi satu-satunya tempat bagi kita dan pasangan untuk bertumbuh. Pikirkan juga ketika sudah ada anak, barang-barang dan kebutuhan pasti bertambah. Kira-kira, rumah cukup atau tidak? Apakah area rumah sudah aman untuk anak-anak beraktivitas?
5. Batasan. Buatlah batasan agar kita bisa saling menghargai di rumah. Batasan ini bisa bermacam-macam, bisa mulai dari batasan secara fisik seperti kamar, hingga batasan hal-hal yang personal pada diri kita misalnya makanan, aktivitas, pengasuhan anak, hingga topik yang ingin kita bahas bersama keluarga besar.
Batasan tiap orang pasti berbeda. Hal ini sebaiknya kita komunikasikan dengan suami dan orang tua/mertua. Bisa jadi mereka tidak memiliki pendapat yang sama, mungkin karena beda prinsip, budaya, dan pengetahuan. Maka, bicarakan dengan baik. Jika tidak memungkinkan, cobalah cari jalan tengah agar kamu bisa tetap memertahankan batasan dan orang rumah juga merasa nyaman.
Batasan ini juga bisa mencakup mengatur keuangan ketika tinggal bersama mertua atau orang tua. Biasanya, jika kita tinggal bersama orang tua/mertua itu salah satu alasannya adalah agar lebih hemat. Jika orang tua/mertua kita memiliki kondisi finansial lebih, mungkin mereka juga akan menanggung seluruh akomodasi kita selama tinggal di sana. Sebaiknya, bicarakan baik-baik apakah hal tersebut oke untuk mereka? Atau tawarkan bantuan dan pembagian urusan pengeluaran, soal belanja bulanan, bayar listrik, internet, air dan lain sebagainya.
6. Kondisi kesehatan anggota keluarga. Dari pengalaman pribadi, tinggal bersama keluarga besar itu sebetulnya membuat kita rentan terkena penyakit. Mungkin bukan kita, tapi anak-anak yang sistem imunnya belum terbentuk sempurna. Bahkan orang tua dan mertua kita sendiri juga memiliki risiko yang sama. Misalnya, di rumah ada kakek yang memiliki sakit TBC, tentu bahaya kalau ada bayi di dekatnya dan belum divaksin. Kondisi pandemi dan munculnya berbagai klaster keluarga ini juga membuat kita harus ekstra perhatian dengan kondisi kesehatan seluruh anggota keluarga.
Apabila ada anggota keluarga yang mudah sakit, cek juga bagaimana perilakunya, ndableg atau enggak kalau diminta minum obat dan ke dokter. Dalam berbagai cerita teman, aku mendapati satu hal bahwa mengurus orang tua yang sedang sakit itu sangat menantang. Sebab, terkadang mereka tak kooperatif dan semakin membuat kita puyeng. Mengetahui hal ini lebih dini, harapannya kita jadi bisa lebih siap dan tahu pendekatan komunikasinya jika ada yang sakit.
Aku membuat printable atau worksheet for moms untuk mempermudah Bunda memahami situasi ketika tinggal bersama mertua atau orang tua. Bisa didownload dengan mengeklik gambar di bawah ini, ya. Bunda bisa membuat daftar hal-hal apa saja yang sudah oke atau dapat diterima, belum oke, dan yang butuh dibicarakan lebih lanjut dengan suami atau mertua/orang tua.
💛FREE CHECKLIST: Before We Live Together💛
Penutup
Setelah mengecek kelima hal di atas, tanyakan pada diri kita, siapkah aku dengan kondisi itu? Siap ini maksudnya siap mental dan fisik, ya. Jika siap, maka seharusnya tinggal bersama orang tua/mertua bukan jadi masalah besar. Malah, bisa menjadi hal yang menyenangkan dan membahagiakan untuk anak-anak kita juga orang tua/mertua kita.
Tetapi, jika kita ternyata tidak siap, jangan ragu untuk tinggal terpisah. Karena, tak jarang ada masalah besar terjadi. Sebut saja mertua ikut campur masalah rumah tangga, perbedaan yang tak dapat ditoleransi dalam pengasuhan, hingga tekanan batin karena sering disindir-sindir. Jika lebih banyak mudharat-nya, berjarak adalah solusi terbaik.
Kalau bisa aku katakan, kunci keberhasilan dan kenyamanan saat tinggal bersama dengan orang tua/mertua itu ada tiga. Pertama, kesiapan. Kedua, komunikasi. Ketiga, toleransi dan kesepakatan. Kesepakatan ini bisa menjadi solusi dari kenyamanan semua orang di rumah. Kesepakatan bisa kita bicarakan dan tetapkan secara tidak tertulis maupun tertulis dan disetujui oleh semua orang di rumah. Kemudian, buatlah family time dan agenda untuk bersantai bebarengan bersama keluarga. Bisa dengan olahraga bersama, nonton film bareng, dan masak bareng. Yakin, deh, hal-hal kecil ini bisa membuat perubahan besar dalam tinggal bersama orang tua atau mertua.
Apakah kamu memiliki cerita selama tinggal bersama orang tua/mertua? Atau ada kiat yang ingin kamu bagikan dengan sesama Bunda? Tulis di kolom komentar, yuk.
Masih cukup takut karena stereotipe kalau tinggal di rumah mertua pasti akan selalu ada konflik dan drama. Agak susah juga kalau masalah privasi soalnya aku orangnya tertutup banget.
BalasHapusbetul sekali ya Bunda, semuanya harus diperrimbangkan matang-matang mencakup semua yg akan menjalaninya, apalagi urk jangka panjang, rentan menimbulkan masalah, hehe.. Terimakasih sharingnya..
BalasHapusPrintablenya cute banget sih... cocok banget buat calon pengantin yang akan menikah untuk membantu dalam pengambilan keputusan. Sebaiknya diisi bersama pasangan dan didiskusikan bersama. Tidak selamanya tinggal bersama mertua atau orangtua itu buruk, banyak hal-hal positifnya juga. Jika hal positifnya lebih banyak saat tinggal bersama mertua/orangtua, ya kenapa tidak?
BalasHapusWooow makasih banget kak Nabillaaa. Kebetulan aku lagi diskusi intens masalah ini dari kemarin sama pasanganku. Dan keseluruhan poin yang dibahas sepertinya sangat mewakili ya, hahaha.
BalasHapusMakasih juga buat printable nya ya, aku coba print dan bawa ke tempat diskusi selanjutnya sebelum hari pernikahan tiba.
Fajarwalker.com
Wah related banget sama aku ka Nabila yang aakhirnya sekarang lagi menjalani tinggal serumah bareng orang tua suami. memang paling penting itu menanyakan kebiasaan orang tua biar ga salah paham Mbak Nabil.
BalasHapusSempat tinggal dengan mertua sebelum akhirnya pindah ke rumah sendiri. Banyak sekali memang penyesuaian yang harus dilakukan. Termasuk hal privacy, karena tinggl di rumah mertua, suka tak suka ada banyak mata memandang keseharian kita bagaimana wkwkwk
BalasHapuskalau saya gak siap Mbak, komunikasi juga kayaknya sulit apalagi beda daerah, beda suku, belum lagi keluarga PakSu masih sering pakai bahasa daerah jadi berasa roaming dan dzu'udzon aja bawaannya kalau mereka lagi ngomong, hihih.
BalasHapusbelum lagi soal pengasuhan, dsbnya huhuh, kesana aja pas mudik Lebaran (which is sekali2 aja gitu masih drama) cari aman ajaa deh :D
dan Paksu pun juga inginnya ya kami mandiri :D
Semua pasti punya kisah tersendiri
BalasHapusSaya pun mengalami
Namun, satu yang pasti
Orang tua atau Mertua akan selalu punya hal yang bisa dipelajari
Perluas sabar aja kalau aku pribadi
Dear mbak Nabilla,
BalasHapusKadang saya berfikir saat tinggal hanya bertiga di negeri orang, sepertinya enak tinggal bareng orang tua atau mertua. Tapi disisi lain saya dan suami begitu menikmati kemandirian dan tidak tinggal dengan orang tua atau mertua.
Alhamdulillah, mertua saya sangat demokratis, mungkin cuma urusan anak kecil saja yang nampaknya beliau beri perhatian ekstra. Tapi terkadang yang seperti itulah yang dirindukan ya, diberi nasehat tentang kehidupan sama orang yang lebih tua ^^
Dear mbak Nabilla,
BalasHapusKadang saya berfikir saat tinggal hanya bertiga di negeri orang, sepertinya enak tinggal bareng orang tua atau mertua. Tapi disisi lain saya dan suami begitu menikmati kemandirian dan tidak tinggal dengan orang tua atau mertua.
Alhamdulillah, mertua saya sangat demokratis, mungkin cuma urusan anak kecil saja yang nampaknya beliau beri perhatian ekstra. Tapi terkadang yang seperti itulah yang dirindukan ya, diberi nasehat tentang kehidupan sama orang yang lebih tua ^^
Emang nggak salah juga kalau ada keharusan tinggal bareng mertua atu orang tua. yang terpenting gimana cara kita mengkomunikasikan banyak hal ya mbak utamanya berkaitan pengasuhan. Aku sendiri tinggal sama orang tua, mbak. Karena orang tuaku cuma satu dan aku cuma dua bersaudara yg satu udah tinggal di luar kota jadinya aku yang nemenin Ibuku. Alhamdulillah segalanya bisa dikomunikasikan. Soal batasan, Alhamdulillah karena almarhum Ayahku bangun rumahnya 2 lantai jadi aku dan ibuku bagi wilayah aku wilayah atas ibuku wilayah bawah. Segala dekor dll nya rumah atas terserahku mau aku apain. Lawong kulkas, dapur sama mesin cuci sampe punya 2 atas bawah... hehehe.... Printable nya bermanfaat mbak... makasih udah dibikinin...
BalasHapusKalau aku kayaknya nggak siap, mbak tinggal bareng mertua apalagi kalau misalnya mertuanya tipe yang resik gitu duh habislah diriku kena omel melulu kayaknya. Heu
BalasHapus